Essay- OPTIMALISASI PERAN MAHASISWA DALAM IMPLEMENTASI MERDEKA BELAJAR TERHADAP PEMERATAAN PENDIDIKAN DI DAERAH 3T
PENDAHULUAN
Tujuan Pembangunan Milenium atau yang
sering dikenal dengan Millenium Development Goals (MDGs) adalah deklarasi
millennium yang merupakan komitmen bersama antara negara maju dan negara
berkembang untuk menetapkan berbagai tujuan demi mengatasi tantangan-tantangan
utama pembangunan. Merespon kesepakatan tersebut, Indonesia menjadikan MDGs sebagai
acuan dalam pembangunan dengan harapan delapan butir tujuan yang telah
disepakati dalam MDGs dapat tercapai. Salah satu tujuan yang tertuang dalam
delapan butir tujuan tersebut berkaitan dengan kemajuan sektor pendidikan,
yaitu mencapai pendidikan dasar untuk semua.
Indonesia berupaya mencapai target
pendidikan dasar dan melek huruf pada tahun 2015 lalu. Berdasarkan data dari
Sistem Informasi Karantina Kesehatan (SINKARKES), tercatat pada tahun 2008/2009
Indonesia mampu mencapai 116,77 persen angka partisipasi kasar (APK) tingkat
SD/MI termasuk Paket A dan angka partisipasi murni (APM) dengan capaian 95,23
persen. Meskipun sudah mengalami peningkatan, percepatan pencapaian sasaran MDG
pendidikan tetap mengalami hambatan, khususnya pada pemerataan akses pendidikan
yang adil bagi seluruh anak untuk mendapatkan pendidikan dasar yang berkuliatas
di setiap daerah.
Salah satu problem yang dihadapi
dunia pendidikan Indonesia dewasa ini adalah pemerataan pendidikan, khususnya
di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Berdasarkan Peraturan
Presiden Nomor 53 Tahun 2020 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2020-2022,
terdapat sebanyak 62 provinsi yang ditetapkan sebagai daerah tertinggal.
Sejalan dengan hal tersebut, Wakil Presiden, Ma’ruf Amin menyatakan bahwa masih
terdapat 74.961 desa tertinggal dan sangat tertinggal dari sebaran 34 provinsi
di Indonesia berdasarkan data dari Kementerian Dalam Negeri.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2018, permasalahan
yang terjadi di daerah 3T berkaitan dengan pendidik, yaitu kurangnya jumlah
guru, distribusi guru yang tidak seimbang, kualifikasi guru yang tidak mencapai
standar, dan adanya ketidaksesuaian kualifikasi guru dengan bidang yang diampu.
Selain itu, permasalahan seperti tidak memadainya sarana prasarana sekolah dan
kurangnya insfratuktur untuk memudahkan akses pendidikan juga menjadi
permasalahan pendidikan di daerah 3T.
Berbagai problematika pendidikan di atas
perlu diatasi oleh pemerintah. Walaupun demikian, kebijakan pemerintah saja
tidak cukup untuk mempercepat pencapaian tujuan MDG. Peran masyarakat juga
perlu dilibatkan dalam upaya memajukan pendidikan, khususnya peran mahasiswa
sebagai agent of change.
Mahasiswa dapat berperan dalam kemajuan
dunia pendidikan melalui partisipasinya dalam pemerataan pendididkan di
Indonesia. Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka yang sedang digaungkan oleh
pemerintah berkemungkinan dapat meningkatkan peran mahasiswa dalam mengabdi
pada masyarakat, khususnya memajukan pendidikan.
PEMBAHASAN
A. Problematika Pendidikan di Wilayah 3t Dewasa Ini
Problematika pendidikan di Indonesia
terbilang kompleks. Pasalnya, problem yang harus dihadapi terbilang riil
dan variatif serta saling berhubungan satu sama lain. Salah satu problem mendasar
yang dialami pendidikan Indonesia adalah terbatasnya anggaran untuk pendidikan.
Padahal, biaya yang diperlukan untuk meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan
sangat besar. Belum lagi anggaran tersebut juga diperlukan untuk memajukan
penddikan di daerah 3T, yaitu daerah tertinggal, terdepan dan terluar yang
dapat dikatakan sebagai daerah kurang berkembang dibandingkan daerah lainnya
dalam skala nasional.
Berdasarkan anggaran pendididkan TA 2022,
alokasi dana yang dianggarkan untuk pendidikan pada tahun 2022 sebesar Rp542,8
T atau 20% dari belanja negara. Akan tetapi, besarnya anggaran tersebut sudah
terkontaminasi dengan praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme yang terjadi
hingga daerah. Akibatnya, dana pendidikan yang sampai ke daerah sudah
mendapatkan pemotongan sehingga hanya sedikit yang dapat dimanfaatkan.
Minimnya anggaran yang sampai ke daerah memberikan
dampak pada anggaran yang didapatkan setiap sekolah. Anggaran yang minim
membuat sarana dan prasarana di sekolah sering kali tidak terpenuhi dengan
baik. Tentunya hal ini berakibat fatal bagi mutu pendidikan, karena sarana
prasarana yang minim membuat pembelajaran kurang kondusif dan terbatasnya
variasi dalam mengajar.
Permasalahan seperti keterbatasan sarana
prasarana juga merupakan bagian dari kesenjangan pendidikan di Indonesia. Pasalnya,
sarana dan prasarana yang ada di daerah 3T terbilang kurang memadai, bahkan
mengalami banyak kerusakan. Problem tersebut kemudian juga berdampak
pada mutu pendidikan di daerah tersebut. Tak jarang, pendidikan justru menjadi
beban bagi masyarakat setempat, karena tidak berorientasi pada pemberdayaan
masyarakat.
Problema lainnya yang terjadi pada
pendidikan Indonesia adalah kualitas dan kuantitas guru yang masih menjadi
suatu hal yang dilematis dan belum teratasi. Hal ini berhubungan dengan ketidakmerataan
pendidikan di daerah perkotaan dengan daerah pedesaan atau daerah terpencil.
Daerah perkotaan terus mengalami kemajuan dengan kelengkapan sarana prasarana
serta ketersediaan tenaga pendidik, bahkan hingga terjadi penumpukan tenaga
pendidik. Hal tersebut justru berbanding terbalik dengan daerah-daerah 3T yang
kekurangan tenaga pendidik.
Jika ditelaah lebih dalam, persoalan guru
di daerah 3T merupakan salah satu pekerjaan rumah (PR) besar bagi pemerintah.
Potret kurangnya tenaga pendidik di daerah 3T terlihat dari data Neraca
Pendidikan Daerah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Tahun
2022 yang menunjukkan angka kekurangan guru di tingkat SD, SMP, SMA, dan SMK
mencapai angka 21.676 orang untuk sekolah negeri. Data tersebut menunjukkan
bahwa distribusi tenaga pendidik atau guru di Indonesia belum merata.
Selain permasalahan kuantitas, persoalan
guru di daerah 3T juga dihadapkan pada kualitas dan kualifikasi guru.
Terbatasnya jumlah guru di daerah 3T membuat guru sering kali mengajar bidang
keilmuan yang tidak sesuai dengan kualifikasi dan bidang yang diampunya. Jika
merujuk pada defiinisi BPS, guru yang dikategorikan layak mengajar adalah guru
yang telah memenuhi kualifikasi akademik, yaitu minimal memiliki ijazah D-4
atau S1.
Berdasarkan data Neraca Pendidikan Daerah
yang dikeluarkan oleh Kemendikbud pada tahun 2020, rata-rata kualifikasi ijazah
guru SD di 11 provinsi daerah tertinggal adalah 62 persen di bawah kualifikasi
ijazah D-4/S1. Sedangkan guru SMP memiliki rata-rata 11,35 persen guru yang
belum memenuhi kualifikasi layak mengajar. Data tersebut menunjukkan bahwa
kualitas guru di daerah 3T masih perlu ditingkatkan.
Jika dilihat secara lebih spesifik, maka
permasalahan pendidikan di daerah 3T adalah sebagai berikut:
1. Rendahnya
kesadaran masyarakat dan orang tua akan pentingnya pendidikan
Mayoritas masyarakat di daerah 3T dapat
dikatakan masih memiliki tingkat pendidikan yang rendah, dikarenakan
tertinggalnya pendidikan di daerah tersebut. Hal ini kemudian berdampak pada
pemikiran dan tanggapan masyarakat terhadap pentingnya pendidikan. Padahal,
pandangan masyarakat terhadap pendidikan dapat berpengaruh besar terhadap
keputusan mereka untuk memberikan pendidikan yang layak kepada anaknya.
Pandangan masyarakat daerah 3T terhadap
pentingnya pendidikan dapat dilihat dari tingkat kepedulian mereka terhadap
pendidikan dan posisi pendidikan dalam skala prioritas mereka. Kebanyakan
masyarakat berpikiran bahwa anak-anak cukup menguasai kemampuan menulis dan
membaca. Di samping itu, masyarakat menempatkan kegiatan pemenuhan ekonomi lebih
penting dibanding pendidikan dalam skala prioritas mereka. Bahkan, pendidikan
terkadang dianggap sebagai beban bagi masyarakat karena mengganggu kegiatan
sehari-hari. Pola pikir seperti itulah yang kemudian menyebabkan rendahnya
kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan untuk anak-anak mereka.
Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh World
Bank, rendahnya hasil belajar siswa memiliki korelasi dengan rendahnya
pendidikan orang tua. Hal tersebut dikarenakan orang tua di daerah 3T
mendedikasikan lebih sedikit waktu untuk pendidikan anak mereka dan sangat
sedikit terlibat dengan komite sekolah dan guru. Dengan demikian, kesadaran
masyarakat dan orang tua dalam pentingnya pendidikan memiliki pengaruh besar
terhadap pendidikan anak.
2. Metode
pembelajaran masih konvensional
Sebagian besar pendidikan di daerah
terpencil masih menggunakan model pembelajaran yang umum dalam proses
pembelajaran, seperti menggunakan metode ceramah. Metode konvensional ini banyak
digunakan guru, karena keterbatasan sarana dan prasarana serta minimnya kemampuan
tenaga pendidik. Di samping itu, inovasi yang dilakukan guru sebatas
menggunakan alam dan lingkungan sekitar untuk memberikan suasana baru dalam
pembelajaran.
Metode pembelajaran yang stagnan
menyebabkan pendidikan di daerah 3T sulit menyamakan mutu dengan pendidikan di
daerah perkotaan. Padahal, inovasi pembelajaran dapat dapat mewujudkan
pendidikan yang berkualitas, karena dapat menimbulkan suasana pembelajaran yang
akitf, kondusif, maupun kreatif. Untuk itu, guru di daerah 3T perlu
meningkatkan kompetensinya agar dapat menghasilkan inovasi dalam metode
pembelajaran.
3. Jumlah
dan kualitas sumber pembelajaran yang kurang memadai
Mayoritas daerah 3T merupakan daerah yang
letaknya jauh dari ibu kota provinsi, sehingga kebanyakan memiliki
insfrastruktur yang sangat tertinggal. Bahkan, masih terdapat daerah yang belum
memiliki akses listrik. Belum adanya akses listrik di daerah tersebut juga
menyebabkan tidak adanya akses internet. Dengan demikian, sumber pembelajaran
di daerah 3T dapat dikatan kurang memadai jika dibandingkan dengan pendidikan
di wilayah perkotaan yang bisa mengakses banyak sumber pembelajaran melalui
internet.
Data Dapodik dari Kemendikbud menunjukkan
bahwa sekitar 16% siswa berdomisili di daerah 3T. Itu berarti masih terdapat sekitar
16% siswa yang menjalani proses pembelajaran yang terbatas, yaitu hanya dari
buku dan pengetahuan dari guru. Di samping itu, kebanyakan daerah 3T masih
mengalami keterbatasan sarana dan prasarana, salah satunya adalah keterbatasan
buku sebagai bahan ajar bagi siswa. Dengan keterbatasan tersebut, maka jelaslah
bahwa jumlah dan sumber pembelajaran di daerah 3T masih sangat terbatas
dibandingkan daerah lainnya.
B. Peran Mahasiswa dalam Memajukan Pendidikan di Daerah 3t
Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan
pemerintah dalam rangka memajukan pendidikan sedikit banyaknya mengalami
peningkatan keberhasilan dari tahun ke tahun. Akan tetapi, peningkatan kualitas
pendidikan di Indonesia perlu dipercepat, karena jika melihat ke beberapa tahun
ke belakang, Indonesia belum mampu mengejar ketertinggalan dalam sektor
pendidikan. Oleh karena itu, peran pemerintah saja tidak cukup untuk memajukan
pendidikan di Indonesia.
Sebagaimana permasalahan yang sudah
dikemukakan sebelumnya, permasalahan di daerah 3T cenderung lambat diatasi oleh
pemerintah, karena adanya hambatan seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme. Maka
dari itu, penerapan kebijakan pemerintah ke daerah 3T tidak dapat dilakukan
secara instan dan memerlukan kerjasama dari pihak lain.
Mahasiswa selaku konsumen pada pendidikan
tinggi perlu menyadari peran dan fungsinya sebagai salah satu komponen yang
dapat memajukan pendidikan. Sebagai generasi intelektual, mahasiswa seyogyanya
mampu memberikan kontribusi yang besar terhadap peningkatan mutu pendidikan
Indonesia. Salah satu peran yang dapat dilakukan mahasiswa dalam menjalankan
fungsinya adalah dengan menjadi agen perubahan atau agent of change serta
guardian of value.
Sebagai agen perubahan yang akademisi,
mahasiswa dituntut mampu memberikan solusi terhadap permasalahan yang dialami
masyarakat, tak terkecuali permasalahan pendidikan di daerah 3T. Saat ini, dunia
pendidikan Indonesia dihadapkan pada permasalahan keterbatasan tenaga pendidik
di daerah-daerah terpencil sehingga memerlukan sukarelawan. Maka dari itu,
pengabdian yang dilakukan mahasiswa sangat diperlukan untuk menjangkau
permasalahan di daerah terpencil.
Sebagai guardian of value, mahasiswa
diharapkan dapat berpikir secara ilmiah dalam mencari fakta-fakta yang terdapat
pada permasalahan yang dihadapi masyarakat, sekali pun permasalahan itu
tertutup dari pandangan para pemangku kebijakan. Permasalahan pendidikan di
Indonesia perlu terus diawasi dan disuarakan oleh masyarakat, khususnya dari
kalangan mahasiswa.
Selain peran mahasiswa yang sudah
dijelaskan di atas, mahasiswa juga dapat melakukan tindakan langsung untuk
menjangkau masyarakat daerah 3T. Beberapa peran tersebut dapat dilakukan melalui
tindakan sebagai berikut:
1. Knowledge Transfer
Mahasiswa dapat terjun langsung ke
masyarakat daerah 3T untuk melakukan knowledge transfer, yaitu usaha
mentransformasi ilmu yang sudah didapatkan di dunia kampus kepada dunia luar
kampus, salah satunya ke daerah 3T. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara
menjadi sukarelawan atau volunteer melalui program yang diadakan
pemerintah atau program kerja dari organisasi atau komunitas.
Pengabdian yang dilakukan mahasiswa
sebagai sukarelawan dalam dunia pendidikan dapat menjadi salah satu solusi atas
permasalahan kurangnya SDM di daerah 3T. Mahasiswa dapat berperan sekaligus
mengabdi dengan membantu mengajar. Pembelajaran yang didapatkan mahasiswa di
bangku kuliah dapat membuat mereka memiliki berbagai inovasi dalam cara
mengajar. Dengan demikian, permasalahan mengenai metode pembelajaran yang masih
konvensional dapat diatasi dengan pembaharuan yang dibawa mahasiswa.
Penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa
Pendidikan Masyarakat Universitas Negeri Medan mengenai Peran Mahasiswa Sebagai
Volunteer dalam Meningkatkan Kualitas LIterasi di Desa 3T menunjukkan
bahwa peranan mahasiswa sebagai volunteer banyak memberikan kemajuan
terhadap perkembangan literasi desa 3T. Peran mahasiswa tersebut dilakukan
dengan cara memfasilitasi anak-anak desa 3T dengan beberapa program yang telah
dirancang. Maka dari itu, peran mahasiswa sebagai sukarelawan dapat dikatakan
mampu memberikan sumbangsih terhadap kemajuan pendidikan di daerah 3T melalui
berbagai program yang mereka terapkan.
2. Mempelopori
Community Development
Community Development berkaitan
erat dengan dua kata, yaitu “masyarakat” dan “pengembangan”, sehingga istilah
ini erat kaitannya dengan pembangunan. Berdasarkan peranannya, mahasiswa dapat
menjadi penghubung dunia akademik dengan masyarakat sehingga mampu menjadi
fasilitator. Maka dari itu, mahasiswa bisa terjun langsung ke masyarakat, untuk
mengatasi permasalahan dan mengembangkan berbagai program, khususnya yang
berkaitan dengan pendidikan.
Pendidikan di daerah 3T dapat ditingkatkan
dengan Community Development yang dipeloposi mahasiswa. Hal tersebut
dapat dilakukan mahasiswa dengan cara menghubungkan permasalahan masyarakat
dengan pemerintah ataupun pihak terkait mensukseskan program yang diadakan
masyarakat. Seperti halnya memperjuangkan ketersediaan internet di daerah 3T,
penyediaan beasiswa, serta program-program berbentuk pelatihan yang dapat
meningkatkan kualitas guru.
3. Moral Force
Mahasiswa sering kali memberikan pengaruh
yang besar terhadap kehidupan masyarakat. Mahasiswa sebagai insan intelektual
dipandang masyarakat sebagai sosok yang berpengetahuan lebih. Untuk itu,
mahasiswa dapat menjadi teladan atau role model bagi masyarakat,
khususnya di daerah 3T. Dengan demikian, masyarakat di daerah tersebut dapat
lebih menyadari pentingnya pendidikan melalui sifat dan sikap yang ditunjukkan
mahasiswa.
Ketika mahasiswa terjun langsung ke
masyarakat, maka mahasiswa dapat memproyeksikan bagaimana pendidikan dapat
membawa perubahan bagi individu maupun khalayak luas. Selain itu, ketika
nantinya mahasiswa melakukan transfer knowledge kepada anak-anak di
daerah 3T, maka besar kemungkinan anak-anak tersebut akan lebih termotivasi
untuk mengenyam pendidikan hingga tahap yang lebih tinggi sebagaimana
mahasiswa. Hal tersebut dikarenakan mereka melihat output dari
pendidikan yang berkelanjutan dan berkualitas.
C. Optimalisasi Peran Mahasiswa dalam Memajukan Pendidikan
Daerah 3T Melalui Implementasi Merdeka Belajar
Merdeka belajar adalah salah satu program
pendidikan yang memberikan otonomi terhadap lembaga pendidikan dengan
pembebeasan dari birokrasi yang berbelit serta memberikan kebebasan kepada
mahasiswa dalam memilih bidang yang diminati. Program tesebut juga berkaitan
dengan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang memberikan kesempatan
kepada mahasiswa untuk mengasah kemampuan sesuai minta dan bakat serta leluasa
untuk belajar di luar kampus.
Melalui MBKM, mahasiswa berkesempatan
untuk menempuh pembelajaran di luar kampus selama dua atau tiga semester. Hal tersebut
memberikan benefit bagi mahasiswa, karena melalui MBKM mereka akan mendapatkan
pengalaman terjung langsung ke lingkungan masyarakat. Dengan demikian,
mahasiswa dapat lebih fleksibel dalam mengembangkan potensi sekaligus
meningkatkan kontribusinya di luar kampus.
Jika menilik pada problem mahasiswa
dalam mengimplementasikan peran dan fungsinya, mahasiswa sering kali dihadapkan
pada persoalan kewajiban memenuhi Sistem Kredit Semester yang menyebabkan ruang
gerak mereka terbatas. Hal ini tentunya dapat mempengaruhi kontribusi mereka
kepada masyarakat, karena adanya keterbatasan waktu di luar jam perkuliahan.
Dengan adanya program merdeka belajar, mahasiswa berkesempatan untuk
mengoptimalkan peran dan fungsinya di luar kampus, khususnya dalam mengabdi pada
masyarakat.
Salah satu dampak diterapkannya merdeka
belajar terhadap mahasiswa adalah adanya program-program yang dapat mewadahi
mahasiswa untuk terjun langsung ke lingkungan masyarakat. Berikut program dalam
implementasi MBKM yang dapat membantu mahasiswa mengoptimalkan peran dan
fungsinya:
1.
Membangun Desa/KKN
Tematik
Membangun Desa/Kuliah Kerja Nyata Tematik
(KKNT) merupakan salah stau program kampus merdeka dengan cara memberikan
pengalaman belajar kepada mahasiswa untuk hidup di tengah masyarakat di luar
kampus dan secara langsung bersama-sama masyarakat mengidentifikasi potensi
serta menangani masalah sehingga diharapkan mampu mengembangkan potensi
desa/daerah dan meramu solusi untuk masalah yang ada di desa. Kegiatan
Membangun Desa/KKNT diharapkan dapat mengasah soft skill kemitraan, kerja sama
tim lintas disiplin/keilmuan (lintas kompetensi), dan leadership mahasiswa
dalam mengelola program pembangunan di wilayah pedesaan. Pengabdian
masyarakat dengan KKN Tematik dengan program kerja di bidang ekonomi,
pendidikan, lingkungan dan kesehatan ini bentuk upaya memecahkan masalah yang
dihadapi masyarakat.
2.
Program Kampus
Mengajar
Kampus Mengajar yaitu aktivitas mengajar
di sekolah dimana ini termasuk dari program Kampus Merdeka yang diperuntukkan
bagi mahasiswa dari berbagai jurusan dan perguruan tinggi di seluruh Indonesia
untuk turut serta, mengembangkan diri, sekaligus membuat perubahan bagi daerah
ang terdapat). Mahasiswa dari berbagai Indonesia dalam program ini selama dua
belas minggu seyogyanya dapat berkreasi, berkolaborasi, serta beraksi untuk
menunjang peningkatan mutu pembelajaran di Sekolah Dasar, khususnya di wilayah
3T dan juga mengasah kepekaan sosial, kematangan emosional, serta kepemimpinan.
Kegiatan dilaksanakan untuk membantu mahasiswa dalam melaksanakan pembelajaran
khususnya melatih keterampilan siswa dalam literasi dan numerasi.
3.
Pengabdian
Masyarakat
Dengan program pengabdian masyarakat, mahasiswa
dapat mengimplementasikan merdeka belajar di sekolah yang berada di desa 3T
sehingga mahasiswa dapat memperoleh masukan nyata bagi pengembangan kurikulum
di perguruan tinggi maupun pemerintahan yang bersangkutan, agar kurikulum yang
diterapkan lebih relevan dengan kebutuhan pembangunan karena realitanya untuk
implementasi kurikulum merdeka belajar di daerah 3T terlihat tidak memungkinkan
dikarenakan salah satu faktornya adalah sarana prasarana yang kurang mumpuni.
Dengan pengabdian kepada masyarakat, juga diharapkan dapat meningkatkan
kepekaan sivitas akademika terhadap masalahmasalah yang berkembang dalam
kehidupan masyarakat.
PENUTUP
Salah satu tujuan yang ingin dicapai dalam
Millenium Development Goals (MDGs) adalah pendidikan dasar untuk semua.
Melalui tujuan tersebut, pendidikan di Indonesia diharapkan dapat membangun
Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Untuk itu, pendidikan harus mampu
menjangkau berbagai daerah, tak terkecuali daerah tertinggal, terdepan, dan
terluar (3T).
Dewasa ini, problematika yang dihadapi
pendidikan di daerah 3T adalah keterbatasan sarana dan prasarana, kekurangan
tenaga pendidik, ketidaksesuaian kualifikasi tenaga pendidik, keterbatasan
sumber pembelajaran, metode pembelajaran yang masih konvensinal, serta
rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan. Problematika
tersebut telah mendapatkan perhatian dari pemerintah untuk diatasi sesegera
mungkin, tetapi nyatanya penerapan kebijakan ke daerah 3T tidak dapat
berlangsung secara instan. Oleh karena itu, peran pemerintah saja tidak cukup
untuk memajukan pendidikan di Indonesia.
Dalam memajukan pendidikan di Indonesia,
diperlukan peran dari mahasiswa untuk menjangkau permasalahan yang belum
terjangkau oleh para pemangku kebijakan. Salah satunya adalah dengan terjun
langsung ke daerah 3T agar perubahan dan kemajuan pendidikan dapat berlangsung
lebih cepat. Hal ini bersesuaian dengan salah satu peran dan fungsi mahasiswa,
yaitu agent of change dan guardian of value. Mahasiswa dapat
melakukan transfer knowledge, mempelopori Community Development, dan
menjalankan perannya sebagai moral force untuk memajukan pendidikan di
daerah 3T.
Sayangnya, peran mahasiswa sering kali
terkendala, karena harus memenuhi Sistem Kredit Semester (SKS) yang cukup besar
sehingga ruang gerak mereka cenderung terbatas. Dengan adanya program merdeka
belajar, khususnya Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), mahasiswa dapat
melakukan pembelajaran di luar kampus yang masih terhitung sebagai pemenuhan
SKS. Dengan demikian, mahasiswa dapat lebih leluasa untuk berkontribusi di
lingkungan masyarakat tanpa ketakutan dengan pemenuhan SKS.
Melalui implementasi merdeka belajar,
mahasiswa dapat melalukan perannya dengan optimal. Hal tersebut dikarenakan
merdeka belajar mewadahi mahasiswa untuk terjun langsung ke lingkungan
masyarakat melalui berbagai program, yaitu membangun desa, kampus mengajar,
serta pengabdian masyarakat. Dengan optimalisasi peran mahasiswa melalui
implementasi merdeka belajar, diharapkan ketertinggalan pendidikan di daerah 3T
dapat lebih cepat teratasi sehingga tujuan pendidikan dalam MDGs dapat segera
dicapai.
DAFTAR PUSTAKA
Amelia, Chairunnisa. 2019. “Problematika
Pendidikan di Indonesia”. Prosiding Seminar Nasional Fakultas
Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan 3 (1): 775-779. Official
URL: http://semnasfis.unimed.ac.id/wp-content/uploads/2...
Anggaran,
Direktorat Jenderal. 2022. Anggaran Pendidikan TA 2022. Jakarta:
Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
Arifa,
Fieka Nurul. 2022. “Implementasi Kurikulum Merdeka dan Tantangannya” Info
Singkat 15 (9): 25-30. ISSN 2088-2351.
Fahmi, Reza. Tanggung Jawab Mahasiswa Di Bidang Pendidikan
Bangsa.
HR
Sabriadi, Nurul Wakia. 2021. “Problematika Implementasi Kurikulum Merdeka
Belajar di Perguruan Tinggi” Jurnal ADAARA 11 (2): 175-184.
Ismail,
Feiby. 2009. “Mengurai Problematika Pendidikan Indonesia (Upaya Menjawab
Tantangan Zaman)” Jurnal Ilmiah IQRA’ 3 (2). DOI: http://dx.doi.org/10.30984/jii.v3i2.558
Kementerian
Pendidikan Dan Kebudayaan Pusat Data Dan Statistik Pendidikan Dan Kebudayaan
Jakarta. 2016. Analisis Sebaran Guru Dikdasmen Di Wilayah 3 T (Terluar,
Terdepan Dan Tertinggal) Tinjauan Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Pusat
Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan.
Nasution, Efrizal. 2014. “Problematika
Pendidikan di Indonesia”, Jurnal Mediasi 8
(1).
Nurhasanah, Anggun Diyan. 2021. “Peran Mahasiswa Program Kampus Mengajar
dalam Meningkatkan Kompetensi SDN 48 Bengkulu Tengah” Seminar Nasional
Pengabdian Kepada Masyarakat 3.
Nurkolis.
2013. “Potret Birokrasi Pendidikan di Indonesia” JMP 2 (1): 44-55.
Pancawati. MB Dewi. 2021. “Potret Buram Guru
di Daerah Tertinggal”, https://www.kompas.id/baca/riset/2021/11/29/potret-buram-guru-di-daerah-tertinggal, diakses pada 30 Oktober 2022 pukul 20.14
WITA.
Pardosi, Binur Yuni Artha. Lastri Mura
Rizki Manurung, & Raras Firdarianti. 2021. “Peran Mahasiswa Sebagai
Volunteer Dalam Meningkatkan Kualitas Literasi di Daerah Desa 3T” Aksara 7 (2).
DOI: http://dx.doi.org/10.37905/aksara.7.2.589-596.2021
Pirmanto, Dovel.
2016. Peran Serta Mahasiswa dalam Meningkatkan Taraf Pendidikan di Desa 3T.
Recoba, Alfaro Muhammad. 2022. “Peran Mahasiswa dalam Implementasi
Merdeka Belajar”, https://umsida.ac.id/peran-mahasiswa-dalam-implementasi-merdeka-belajar/, diakses pada 30 Oktober pukul 23.45 WITA.
Zainuri, Muhammad. 2021. “Peran Mahasiswa
Kampus Mengajar Angkatan 2 terhadap Pendidikan di Daerah Tertinggal, Terdepan,
dan Terluar (3T)”, https://www.kompasiana.com/muhammadzainuri6224/61cab3059bdc40433e74b312/kisah-mahasiswa-kampus-mengajar-angkatan-2-peran-mahasiswa-terhadap-pendidikan-di-daerah-tertinggal-terdepan-dan-terluar-3t, pada 30 Oktober 21.16 WITA.
Komentar
Posting Komentar
silahkan berkomentar :)